PART 2 • SRIKANDI INDONESIAN BA...
Pertama, Tan Joe Hok alias Hendra Kartanegara lahir di Bandung, pada tanggal 11 Agustus 1937. Ia adalah pemain bulu tangkis Indonesia di era tahun 1950-an hingga 1960-an, sekaligus putra Indonesia pertama yang menjuarai All England tahun 1959 setelah mengalahkan kompatriotnya, Ferry Sonnevile di final.
Tan Joe Hok juga meraih medali emas Asian Games tahun 1962. Selain itu, Ia bersama enam pebulu tangkis Indonesia lainnya merebut Piala Thomas untuk pertama kalinya tahun 1958, setelah menaklukkan juara bertahan Malaysia dalam babak penantangan dengan skor 6-3 di Singapore Badminton Hall. Dalam perebutan Piala Thomas tersebut, Tan Joe Hok bermain sebagai pemain tunggal sekaligus pemain ganda, berpasangan dengan Lie Poo Djian.
Setelah pensiun dari pemain bulu tangkis, Tan Joe Hok sempat menjadi pelatih bulu tangkis di Meksiko dan Hongkong. Ia bergabung menjadi pelatih PB Djarum tahun 1982 dan merangkap sebagai project manager cabang PB Djarum di Jakarta.
Kedua, Rudy Hartono Kurniawan lahir di Surabaya, pada tanggal 18 Agustus 1949. Pada usia 9 tahun, Rudy kecil sudah menunjukkan bakatnya di bulu tangkis. Tetapi ayahnya baru menyadarinya ketika Rudi sudah berumur 11 tahun.
Ia pernah memenangkan kejuaraan dunia pada tahun 1980, dan Kejuaraan All England pada tahun 1960-an dan 1970-an. Pada umur 18 tahun, untuk pertama kalinya Rudy memenangkan titel Juara All England dengan mengalahkan Tan Aik Huang dari Malaysia dengan hasil akhir 15-12 dan 15-9. Setelah itu dia terus memenangkan titel ini sampai dengan tahun 1974.
Rudy menjuarai turnamen All England sebanyak delapan kali, tujuh di antaranya berturut turut pada 1968-1974. Satu gelar All England terakhir diraih Rudy dengan mengalahkan Liem Swie King pada turnamen 1976. Popularitas yang diraih Rudy sempat membawanya membintangi film berjudul Matinya Seorang Bidadari pada 1971.
Ketiga, Iie Sumirat, lahir di Bandung, pada tanggal 15 November 1950. Dia adalah anggota "the Magnificent Seven" bulu tangkis Indonesia pada tahun 1970-an bersama Rudi Hartono, Liem Swie King, Tjun Tjun, Johan Wahyudi, Christian Hadinata dan Ade Tjandra.
Iie Sumirat dikenal sebagai pemain humoris dan eksentrik saat berada di luar maupun di dalam lapangan bulu tangkis, bahkan saat pertandingan. Salah satu tingkah eksentriknya yang terkenal adalah pada saat final Piala Thomas 1979 melawan Denmark, tiba-tiba Iie menari ala Sunda di depan lawannya Svend Pri. Iie menang atas Pri, dan Indonesia berhak memboyong Piala Thomas.
Salah satu julukan Iie Sumirat adalah “Sang Pembunuh Naga”. Julukan ini diberikan ketika Iie Sumirat mampu menjungkalkan dua “raksasa” bulu tangkis dunia Tang Hsien Hu dan Hou Jiachang, keduanya asal Tiongkok, berturut-turut pada semifinal dan final World Badminton Championship (Kejuaraan Dunia Invitasi) di Bangkok tahun 1976.
Iie Sumirat pensiun dari bulu tangkis pada tahun 1982 saat berusia 32 tahun. Dia kemudian menjadi pelatih bulu tangkis dan mendirikan PB Sarana Muda yang kemudian menjadi SGS Elektrik yang kemudian melahirkan Taufik Hidayat.
Негізгі бет 3 Pemain Bulu Tangkis Legendaris Indonesia
Пікірлер: 83