Mohon izin Romo Hani Rudi Hartoko SJ / Komsos Katedral Jakarta. Terkait Homili bertemakan "Datang dan Lihatlah" : 1) Kebenaran data-data tentang COVID19 yang disajikan ke publik hingga kini oleh otoritas (jumlah pertambahan kasus, jumlah kematian, jumlah kesembuhan dll), apakah menurut Gereja Katolik sudah sesuai kenyataan riil di lapangan, sudah terverifikasi, sudah valid, bisa dipercaya dan bisa menjadi pedoman publik ? Sebagai perbandingan, ketika Pemilu atau Pilkada, proses penghitungan suara "Quick Count" yang mengandalkan teknologi informasi secara daring belum bisa diverifikasi bila proses penghitungan suara secara konvensional (manual) yang menghitung langsung lembar demi lembar surat suara selesai dihitung dan direkapitulasi bersama dengan semua pihak terkait (dihadapan saksi-saksi yang hadir). Namun untuk data-data tentang COVID19 ini bagaimana proses verifikasi dan validasi-nya ? Apakah umat Katolik dan publik dapat mempercayai begitu saja data-data tentang COVID19 ini ? Karena bila data-data yang disajikan melalui media-media digital dan daring tersebut ternyata kurang atau bahkan tidak akurat (sekalipun pemberitaan dilansir oleh otoritas nasional dan internasional), tidak terbayangkan betapa dahsyat kerugian yang ditimbulkannya untuk semua bidang kehidupan termasuk untuk Gereja Katolik. Data-data apapun, berupa foto-foto, video-video, audio-audio, tulisan-tulisan dan angka-angka, bila tidak terverifikasi dan tervalidasi dengan benar, bisa jadi tidak sesuai kenyataan di lapangan / bisa sama sekali keliru (baik sengaja atau tidak sengaja). Apalagi saat ini, teknologi untuk editing data-data sudah sangat maju sehingga publik (bahkan yang ahli sekalipun) mungkin akan sukar membedakannya (bisa terkecoh). Karena itu, semakin sangat dibutuhkan penerangan Roh Kudus dan pencerahan dari para pemimpin Gereja agar umat dan publik tidak bingung, tidak resah, tidak tersesat dan tidak keliru mengambil keputusan. Saya percaya, Gereja Katolik memiliki informasi-informasi dari sumber-sumber yang lebih akurat dan lebih terpercaya daripada informasi-informasi yang beredar saat ini di media-media populer, sekalipun itu diberitakan oleh pihak-pihak yang berwenang yang sudah dikenal publik. Sungguh sangat mengilhami perkataan Tuhan Yesus ini (Yohanes 7:24), "Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil." 2) Sebaliknya. Bila data-data dan analisa tentang COVID19 dari otoritas lokal, nasional dan internasional tersebut sebenarnya cukup akurat / cukup riil dengan kenyataan di lapangan sehingga data-data dan analisa tersebut bisa cukup diandalkan, maka, bukankah sekurang-kurangnya, untuk 2 minggu ke depan, Gereja dan masyarakat luas justru perlu meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian (tetap menahan diri) ? Mewaspadai dampak peningkatan kasus COVID19 pasca mudik / libur ? Mewaspadai dampak varian COVID19 dari India ? Mohon agar jangan terburu-buru untuk mengubah kebijakan yang memberikan kelonggaran (menambah jumlah umat yang hadir untuk mengikuti Perayaan Ekaristi secara offline / hadir langsung di Gereja). Sebab lebih sukar mengawasi dan mengatur jumlah orang yang lebih banyak daripada jumlah orang yang sedikit, karena kecenderungan alamiah dan manusiawi bila orang banyak bertemu dan berkumpul, sadar atau tidak sadar, adalah tidak menjaga jarak, tidak mencuci tangan, ngobrol-ngobrol dan mungkin bersenda gurau tanpa menggunakan masker dengan benar. Mungkin tidak akan terjadi di lingkungan Gereja (karena protokol kesehatan lebih bisa ditegakkan), tetapi mungkin akan terjadi di tempat lain (di restoran atau di tempat-tempat lainnya) seusai umat menghadiri Misa secara offline. Sebab proses pendaftaran yang dilakukan 3-6 hari sebelum Misa yang menanyakan status kesehatan dan pemeriksaan suhu di pintu gerbang ketika akan masuk ke lingkungan Gereja tidak bisa memastikan status kesehatan yang sesungguhnya dari umat yang hadir, apakah umat tersebut positif atau negatif COVID19, sebab hanya PCR swab test yang bisa mengkonfirmasinya dengan lebih obyektif, lebih terbukti secara sains / medis dan lebih ada dasar peraturannya. Apalagi vaksinasi tuntas pun rupanya juga tidak serta merta menjamin seseorang tidak akan terpapar virus ini, mengingat izin edar atas vaksin-vaksin tersebut adalah "Emergency Use" (diproduksi dengan prosedur yang berbeda dari prosedur biasa). 3) Terlepas dari semua itu (terlepas dari topik ini), keberlangsungan riil operasional dan kerumahtanggaan Gereja sehari-hari perlu terus-menerus mendapat perhatian, bantuan dan dukungan penuh dari seluruh umat, masyarakat luas, dan negara di samping upaya-upaya umum, upaya-upaya inovatif dan upaya-upaya terobosan lainnya yang mungkin perlu juga dipertimbangkan dan diambil langkah-langkahnya. 4) Terkait konten-konten katekese yang disampaikan melalui KZitem oleh rohaniwan / rohaniwati, apakah tidak sebaiknya menggunakan kanal KZitem yang resmi dimiliki / dikelola oleh Komsos Keuskupan saja (cukup 1 akun / 1 kanal KZitem) ? Jadi para rohaniwan / rohaniwati tersebut tidak perlu mengunggah konten-konten katekese melalui akun atau kanal KZitem lainnya selain dari yang memang secara official dikelola oleh Komsos Keuskupan setempat. Jadi supaya yang menjadi KZitemr adalah lembaganya yakni Gereja (dalam hal ini kanal KZitem atas nama Komsos Keuskupan). Jika buku-buku yang memuat iman Katolik, pada halaman awal, tertera nama-nama rohaniwan yang bertugas sebagai Nihil Obstat dan Imprimatur, bukankah pengajaran iman Katolik secara daring yang memanfaatkan media-media kekinian ini juga perlu mendapatkan pendampingan, pembinaan dan pengawasan dari Magisterium Gereja ? 5) Merenungkan Yohanes 14:9: Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Dan Lukas 16:30-31: Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati." Kedua petikan Kitab Suci ini sepertinya menggambarkan betapa manusia belum tentu dapat sungguh mengenal dan meyakini kebenaran yang sejati sekalipun ia hadir di situ sekian lama dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri segala pekerjaan dan karya mukjizat Allah. Seperti halnya Firaun yang tetap saja mengejar bangsa Israel sekalipun telah menyaksikan sendiri tulah-tulah yang diturunkan kepada Mesir. 6) Merenungkan Yohanes 20:24-29 : Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ. Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: "Kami telah melihat Tuhan!" Tetapi Tomas berkata kepada mereka: "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya." Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: "Damai sejahtera bagi kamu!" Kemudian Ia berkata kepada Tomas: "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah." Tomas menjawab Dia: "Ya Tuhanku dan Allahku !" Kata Yesus kepadanya: "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." Semoga kita semua sungguh termasuk orang-orang yang berbahagia sebagaimana yang dimaksud oleh Tuhan Yesus. Karena sekalipun saat itu kita tidak hadir di situ bersamaNya, sekalipun kita tidak pernah melihatNya dengan mata kepala sendiri, sekalipun kita tidak pernah mendengar suaraNya secara langsung, sekalipun kita tidak pernah bercakap-cakap dan bertanyajawab denganNya, sekalipun kita tidak pernah tinggal serumah, sekalipun kita tidak pernah makan minum dan berkeliling bersamaNya, sekalipun kita tidak menjadi saksi hidup atas karya-karya dan mukjizat-mukjizatNya, sekalipun kita tidak hadir dan mengikuti sendiri secara langsung di lokasi: sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikanNya, sekalipun kita tidak pernah menyentuh dan menjamah luka-luka Tuhan Yesus seperti Tomas, dan sekalipun kita tidak benar-benar sungguh mengenalnya secara lahiriah, ternyata kita mau dan bisa percaya dan berserah kepadaNya. Ternyata kita mau dan bisa bersandar dan mengandalkanNya. Ternyata kita mau dan bisa merenungkan sabda-sabdaNya melalui Kitab Suci yang ditulis oleh para rasul dan para nabi yang juga tidak kita kenal secara pribadi secara "up close and personal". Ternyata kita ingin hidup sesuai ajaran dan perintahNya. Ternyata kita mau tetap berjuang menyelesaikan tugas perutusan dariNya setiap hari. Ternyata kita mau memikul salib kita sendiri dan orang lain walau penderitaan dan tantangan seolah tak ada habisnya. Dan, ternyata kita bisa juga sangat merindukan perjumpaan denganNya. Semoga kita semua ternyata sungguh sangat mengasihiNya walau kita sendiri ternyata juga pernah menyangkalNya berulangkali dengan rupa-rupa kedosaan kita. Terima kasih Romo Hani / Komsos Katedral Jakarta. Mohon maaf yang sebesar-besarnya bila penyampaian hal-hal ini kurang berkenan. Tuhan memberkati semua. Ad Majorem Dei Gloriam. Veni Sancte Spiritus.
@lightofhope4612
3 жыл бұрын
Apakan untuk misa di gereja masih harus melakukan pendaftaran atau sudah bisa langsung datang?
@bobjanuar7579
3 жыл бұрын
Masih harus daftar. Cuma ada perbedaan aja. Kalo Di Jakarta harus melalui ketua lingkungan Di mana kita tinggal. Sedangkan Di Bandung kita bisa daftar sendiri.
Пікірлер: 14