Tema : Upaya pelestarian kesenian tradisional Sunda melalui media sosial.
BANGRENG, KESENIAN TRADISIONAL KHAS SUMEDANG
Terbentuknya Kesenian Bangreng ada kaitannya dengan penyebaran agama Islam di Kabupaten Sumedang. Sebelum Sunan Gunung Jati mengislamkan beberapa daerah di Jawa Barat, masyarakat Sumedang masih menganut kepercayaan Hinduisme. Untuk menghilangkan kepercayaan tersebut, Sunan Gunung Jati mengutus empat orang, satu diantaranya bernama Eyang Wangsakusmah. Dalam proses penyebaran agama Islam, Sunan Gunung Jati dan utusannya melakukan pendekatan dengan dakwah yang diselingi dengan kesenian. Sarana yang digunakan adalah Terbang. Terbang dibuat dari sisa-sisa kayu yang digunakan dalam pembangunan masjid.
Pada abad XV pertunjukan seni Terbang belum menggunakan kendang. Terbang yang digunakan berjumlah empat, disesuaikan dengan jumlah utusan Sunan Gunung Jati. Memasuki abad XVII Seni Terebang mengalami perkembangan. Kesenian ini dipentaskan pada acara-acara keagamaan seperti mauludan, rajaban, dan hari raya Islam. Perkembangan berikutnya seni Terebang dipentaskan pada acara kenduri, sunatan, dan acara-acara lainnya.
Untuk memudahkan masyarakat menerima ajaran agama Islam, Eyang Wangsakusumah, salah satu utusan Sunan Gunung Jati menggambarkan bahwa kata terbang yang terdiri atas 7 huruf menggambarkan 7 hari (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu) agar melaksanakan sholat 5 waktu. Dalam menyebarkan agama Islam tersebut Eyang Wangsakusumah menyelingi dengan lagu-lagu Islam seperti sholawat.
Seiring dengan perkembangan jaman, kesenian Bangreng ini mulai memudar, tergantikan oleh kesenian Ketuk Tilu yang kemudian menjadi dasar munculnya tari Jaipongan. Disebut Ketuk Tilu merujuk pada 3 buah ketuk (bonang) sebagai pengiring utama yang menghadirkan pola irama rebab. Selain itu, ada dua kendang, indung (besar) dan kulanter (kecil).
#bangreng_sumedang
#ketuk_tilu
Негізгі бет Музыка BANGRÉNG (KETUK TILU) SUMEDANG (CD AUDIO) - SINDEN ENTAY HAYATI
Пікірлер: 136