Dongkrek yang kemunculanya tidak lepas dari upaya R. Lo Prawiradipoera dalam mengusir pagebluk di Desa Mejayan saat sekarang tampil dalam bentuk seni pertunjukan, walaupun di Mejayan tetap melestarikan Dongkrek sebagai ritual. Bnentuk sajian dongkrek sebagai sarana ritual terbilang cukup sederhana. Sajian Dongkrek itu berupa prosesi arak-arakan yang diikuti oleh 34 orang penari. Iringan bunyi-bunyian (ensambel) dan beberapa tokoh masyarakat. Dalam sajian ritual, Dongkrek digelar dalam suasana yang gelap, yakni tengah malam Jumat Legi. Hari Jumat Legi dianggap hari yang sakral oleh warga Mejayan. Pada malam hari itu para peserta prosesi mengikuti arak-arakan mengelilingi wilayah Mejayan. Jalannya prosesi arak-arakan diawali dari Palangan (rumah Palang) dan berakhir di tempat yang sama. Prosesi arak-arakan dilaksanakan sebagai bentuk atau upaya untuk mencipkanan ?pagar gaib? dari perilaku berjalan berkeliling mengitari seluruh wilayah Mejayan. Arak-arakan akan terus dilakukan pada setiap tengah malam sampai pagebluk itu dapat disingkirkan dari Desa Mejayan. Lo Prawirodipoera tidak ikut dalam arak-arakan , melainkan tetap di dalam rumah dan berdoa memohon agar tujuan dari prosesi arak-arak itu tercapai. Kegiatan arak-arakan itu selalu dilaksanakan oleh masyarakat Mejayan pada setiap bulan Sura, hingga meninggalnya R. Ng. Lo Prawiradipoera. Setelah meninggalnya R.ng. Lo Prawiradipoera, keberlangsungan Dongkrek mengalami masa transisi. Kegiatan arak-arakan yang biasanya dilakukan pada setiap bulan sura mulaui surut, dan bahkan kegiatan Dongkrek hilang sama sekali dari wilayah Mejayan. Hal itu karena adanya pewarisan yang tidak mengakar pada keluarga Lo Prawiradipoera.
Di samping itu ada pula peristiwa-peristiwa penting yang menyebabkan dongkrek tidak lagi populer di masyarakat, yakni peristiwa Proklamasi (1945) dan gejolak politik tahun 1965. Peristiwa-peristiwa tersebut membuat masyarakat Mejayan sibuk dengan dampak dari kedua peristiwa tersebut dan tidak lagi memperhatikan Kelangsungan Dongkrek. Bahkan pada pmasa tahun 1965 Dongkrek dianggap sebagai bagian dasejenis tari. ri Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra), sehingga pada masa itu, Dongkrek ?dijauhi? masyarakat dan mengalami kevakuman. Setelah mengalami kevakuman, Dongkrekmulai kembali diingat masyarakat , Tahun 1975 ? 1980 merupakan starting point Dongkrek , atau titik pangkal kebangkitan dongkrek. Pada tahun 1976 Pemerintah melalui Kanwil P dan K memberikan perhatian pada Dongkrek, dengan menugaskan beberapa orang untuk menggali dan merekonstruksi Dongkrek. Tahun 1977 pertama kali dongkrek ditampilkan di pendapa kabupaten pada masa Bupati Slamet Hardjooetomo. Tahun 1979 Dolrokhim selaku Kepala Desa Mejayan kembali membangun Dongkrek, hingga terealisasi pada tahun 1980. Pada tahun 1980, Dongkrek untuk pertama kalinya dipentaskan di atas panggung pada tanggal 4-5 Juli. Pementasan tersebut dalam rangka mengikuti festival Tari Rakyat yang diselenggarakan di Jawa Timur.
Dongkrek pada kesempatan itu mendapat juara ke 3. Peristiwa itu kemudian menjadikan Dongkrek diminati oleh masyarakat Madiun dan kemudian mulai berkembang lagi. Peristiewa festival itu pula yang menandai adanya perubahan bentuk dari sajian yang semula berupa prosesi arak-arakan menjadi pertunjukan panggung sejenis drama tari. Dongkrek yang muncul pada periode tahun 1980 an telah mengalami perkembangan serta terjadi perubahan unsu-unsur di dalam sajian. Dongkrek pada masa itu juga sudah mulai digunakan untuk kebutuhan lain, umpamanya sebagai sarana festival dan hiburan. Hal itu ditujukan untuk memenuhi hasrat masyarakat yang ingin melakukan aktivitas berkesenian kembali. Dongkrek yang tampil dalam acara festival tentunya membawa konsekuensi lebih lanjut, karena dongkrek harus tampil menarik dan cantik, agar dongkrek mendapat nilai bagus dalam festival. Penambahan unsur yang dimaksud meliputi hadirnya alur cerita, gerak dan properti tari, musik, dan properti pertunjukan.
Негізгі бет Dongkrek Madiun (Part 1)
Пікірлер: 11