Istilah “Bhinneka Tunggal Ika” dipetik dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Istilah
tersebut tercantum dalam bait 5 pupuh 139. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini :
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa (Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda,
tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu.
Tidak ada kerancuan dalam kebenaran) id.wikipedia.o...
I Nyoman Pursika (2009) dalam jurnal Kajian Analitik Terhadap Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” menuliskan bahwa Istilah “Bhinneka
Tunggal Ika” yang semula menunjukkan semangat toleransi keagamaan, kemudian diangkat menjadi semboyan bangsa Indonesia. Sebagai
semboyan bangsa konteks permasalahannya bukan hanya menyangkut toleransi beragama tetapi jauh lebih luas seperti yang umum
disebut dengan istilah suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Lambang negara Indonesia lengkap dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”
Budaya Spiritual Petilasan-Petilasan di Gunung Selok Dalam KonteksPemaknaan. Petilasan-petilasan di Gunung Selok merupakan salah satu tempat keramat yang banyak dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah. Hal ini terlihat dari ramainya petilasan-petilasan di Gunung Selok pada waktu-waktu tertentu. mengunjungi petilasan leluhur adalah bentuk perilaku religi. Mereka yang datang mempunyai maksud dan tujuan serta motivasi yang berbeda-beda. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah permasalahan tunggal, yaitu bagaimana pemaknaan budaya spiritual petilasan-petilasan di Gunung Selok Oleh masyarakatnya, dikaji melalui etnografi dan dikaitkan dengan antropologi agama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemaknaan budaya spiritual petilasanpetilasan di Gunung Selok Oleh masyarakatnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode kualitatif. Lokasi penelitian di Desa Karang Benda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap. Subjek penelitian ini adalah pamong budaya Cilacap (Bapak Kasiyanto), masyarakat Desa Karang Benda, dan masyarakat pendukung budaya spiritual petilasan-petilasan di Gunung Selok atau Peziarah. Informan kunci pada penelitian ini adalah beberapa kuncen Petilasan-petilasan Di Gunung Selok, sedangkan informan pendukung lainnya yaitu perangkat desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat Desa Karang Benda. Metode pengumpulan datanya dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data diuji keabsahannya melalui triangulasi data dengan sumber.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis domain/gambaran umum dan menyeluruh, analisis taksonomi/data wawancara dan observasi, dan analisis komponensial/ cross check data. Hasil penelitian, yaitu di Gunung Selok terdapat banyak petilasanpetilasan dari puncak hingga kaki bukit, yang dianggap oleh masyarakat pendukungnya sebagai tempat yang sacred.
Petilasanpetilasan di Gunung Selok tersebut mempunyai latar belakang sejarah atau mitologi tentang asal usul tempat tersebut, ada makna yang dapat memberikan nuansa spiritual pada tempat tersebut, dan ada masyarakat pendukungnya yang mengelola serta menjaga kelestariannya. Dilihat dari sisi potensi alamnya maupun dari sisi lainnya Gunung Selok cukup banyak mempunyai nilai budaya dan spiritual yang dapat dijadikan sumber pendapatan daerah dengan kerja sama bersama masyarakat membuat satu paket wisata kebudayaan atau spiritual, mengenai sarana dan prasarana sebaiknya Pemda setempat membenahi khususnya yaitu masalah jalan yang masih berbatu dan lapangan parkir yang kurang luas, dan untuk budaya lisan dalam masyarakat bisa juga dibukukan.
#projekp5 #projekpenguatanprofilpelajarpancasila #projekprofilpelajarpancasila #smanic #sman1ciracap
Негізгі бет Projek P5 Tema Kebhinekaan [ Jambe Lima ]
Пікірлер