Agak terkejut kami, setelah lulus SMA Terpadu Krida Nusantara di Bandung, anak bungsu kami , Arya STU , memilih untuk melanjutkan pendidikannya ke Akademi Militer di Magelang, dan ini berbeda dengan 2 kakak perempuannya, dimana kakak - kakaknya memilih perguruan tinggi negeri.
Meskipun gejala ketertarikannya dengan dunia militer sudah nampak, semenjak mengikuti pembekalan pengurus OSIS di SMP Diponegoro Rawamangun, yang mana sebagian program pembekalannya diadakan di markas Kopassus di Cijantung. Sejak itu ia sangat terkesan dengan prajurit yang gagah berani. Namun tak ayal, terkejut juga kami ketika lulus SMA Krida Nusantara Bandung dan ditawari untuk masuk ke Perguruan Tinggi, ia lebih memilih ke Akademi Militer, sementara Perguruan Tinggi hanya dijadikan sebagai back up saja.
Tadinya ketika ada kesempatan mendaftar di Akpol dan Akmil, AAL dan AAU, di dalam bayangan kami si bungsu hanya ikutan teman - temannya, sehingga kami belum melihatnya sebagai sesuatu yang benar - benar serius. Namun ketika ia mohon untuk melakukan operasi Mata (karena ia berkacamata), Operasi Varises, Operasi Amandel dll kami mulai melihat ada kesungguhan di dalam niatnya masuk Militer
Setelah dinyatakan Lulus Seleksi tingkat Lokal Bandung (lewat jalur SMA Unggulan) maka ia harus mengikuti seleksi tingkat nasional dimana seleksi ini diikuti oleh calon - calon dari seluruh kodam di Indonesia, yang pada awalnya akan dilakukan di Magelang, namun kemudian dipindahkan ke Pussenif Angkatan Darat di Bandung. Setelah melalui berbagai tahap tes , ia pun dinyatakan Lulus dan harus segera berangkat ke Magelang untuk mengikuti Pantukhir yang dipimpin langsung Panglima TNI.
Tidak pernah terbayangkan si bungsu, yang baru genap berusia 17 tahun beberapa bulan yang lalu , harus kami ikhlaskan menjadi anak Negara dan akan menjalani pendidikan militer selama kurang lebih 4 tahun. Ada terselip sedikit rasa bersalah di dalam perasaan saya dan istri saya, karena ia akan kehilangan masa remaja seperti anak sebayanya. Apalagi selama mengikuti pendidikan Boarding School di SMA Terpadu Krida Nusantara, ia juga telah mengorbankan sebagian kegembiraannya sebagaimana yang dinikmati anak seusianya, karena harus mengikuti sekolah berasrama dengan peraturan yang cukup ketat dan disiplin.
Tadinya kami berpikir, setelah 3 tahun di Krida Nusantara, ia akan merasa bosan dan merasa sudah cukup bersekolah dengan sistem Asrama / Boarding School, dan memutuskan untuk meneruskan pendidikan di PTN atau PTS, namun apa yang kami pikirkan dan harapkan itu tidak terjadi.
Ada sepercik kebanggaan di hati kami dengan keteguhan prinsipnya.
Kala melihat anak sebayanya dengan riang gembira berjalan - jalan di Mal, bepergian ke luar negeri dengan keluarganya, kongkow - kongkow dengan teman seusianya dll, yang pasti sangatlah berbeda dengan apa yang dialaminya sehari - hari, dimana harus bangun sebelum matahari terbit dan harus tidur jauh ketika malam sudah larut, bukan jalan beraspal yang ia tapaki, namun bukit dan jalanan terjal, bukan Jajanan / makanan anak jaman now yang dia santap, melainkan ransum yang mungkin tidak sesuai dengan seleranya, bukan kolam renang berstandard internasional untuk berenang, tapi sungai keruh yang berarus kuat. Seringkali tak sadar butir air mata mengembang di sudut mata kami.
Itu sebabnya tak mudah bagi kami ketika si bungsu meminta tanda tangan persetujuan orang tua untuk mengikuti program di Akmil, ada rasa khawatir di dalam hati kami. Namun melihat tekad baja yang ia tunjukkan akhirnya luluh juga hati kami dan surat persetujuan itu kami tandatangani juga.
Ternyata ia membuktikan kesungguhannya dengan mengurusi sendiri semua persyaratan administrasi untuk melengkapi persyaratan pendaftaran menjadi Akmil, mulai dari KTP (maklum ia baru saja berusia 17 tahun, jadi baru boleh mendapatkan KTP) , foto copy dan legalisasi banyak berkas, surat keterangan dari Kodam / Kodim dll. Ia hanya minta bantuan kami, bila memerlukan uang untuk beli bensin dan biaya foto copy.
Негізгі бет Wisuda Prabhatar Wisjur Taruna Akmil 2018 sepenggal cerita seorang taruna
Пікірлер: 127