You Are What You Give
Author: Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, M.A.
Di depan rumah saya tumbuh pohon mangga yang selalu memberi pelajaran hidup untuk jadi orang bijak. Dia selalu berbagi oksigen dan memberikan keteduhan. Akarnya menyimpan air. Ketika berbuah, siapapun yang minta tak pernah ditolak. Pohon mangga tak pernah memakan buahnya sendiri. Lebih impressif lagi adalah pohon pisang. Dia rela mati hanya setelah menghadiahkan buah untuk hewan atau pun manusia yang ingin menikmatinya. Pohon pisang pun tak pernah memakan buahnya yang dia perjuangkan seumur hidupnya. Makanya nama-nama pohon biasanya dikaitkan dengan buah yang dia persembahkan pada manusia atau hewan. Misalnya saja pohon durian, pohon jambu, pohon kelengkeng, pohon kelapa, dan seterusnya.
Untuk menilai prestasi hidup seseorang atau sebuah perusahaan pun akan dilihat seberapa besar capaian atau produk yang dihasilkan yang bisa memenuhi hajat masyarakat. Tentu saja sebagian besar produk itu tidak diberikan secara gratis agar sebuah usaha akan bisa lestari, mengingat proses produksinya juga memerlukan beaya yang didapat dari hasil penjualannya. Dalam konteks seseorang, maka dia memerlukan imbalan gaji atau honor dari professinya agar kreatifitasnya terus berlanjut. Perlu diingat bahwa ketika seseorang atau pun institusi bekerja, sebaiknya yang dikejar bukanlah keuntungan materialnya, melainkan prestasinya yang mendatangkan manfaat atau nilai guna seluas-luasnya pada masyarakat, sedangkan keuntungan, laba, atau gaji merupakan konsekuensi yang melekat. Sebab jika hanya gaji dan laba yang dikejar dan diakumulasi, maka sebuah tindakan kerja akan kehilangan nilai moral-spiritualnya.
Demikianlah, sejarah juga mengajarkan, pribadi-pribadi besar yang dicatat dengan tinta emas dan selalu mendatangkan inspirasi bagi generasi berikutnya adalah mereka yang hidupnya mewariskan nilai-nilai dan karya peradaban, bukan terletak pada warisan kekayaan materialnya. Fenomena ini juga terlihat pada para miliarder dunia. Yang ramai diberitakan bukan berapa jumlah kekayaannya, melainkan sumbangannya pada amal kemanusiaan atau Yayasan yang bergerak pada bidang peradaban.
Meminjam formula Rene Descartes, kita bisa mengatakan: I give therefore I am. Aku memberi maka aku mengada.Artinya, eksistensi seseorang akan diukur dengan seberapa besar kontribusinya dalam meringankan beban orang lain dan memajukan kesejahteraan masyarakatnya, bukan berapa banyak harta yang dikumpulkannya. Frase ini juga merupakan kritik terhadap sebagian perilaku orang yang sudah kaya, hidup berkelimpahan secara materi, namun masih juga haus mengejar materi sekalipun dengan cara korupsi. Mereka ini terkena sindrom having mode: I am what I have. Al-Qur’an mengritik keras perilaku seperti ini, mereka berangan-angan seakan harta akan membuatnya hidup abadi dan menjamin kemuliaan derajatnya. Sama sekali tidak. Kemuliaan dari harta itu terletak dalam penggunaannya yang mendatangkan manfaat sebanyak m ungkin bagi masyarakat, bukan pada penumpukannya. Ibarat air, uang dan harta kekayaan akan sehat kalau bergerak mengalir dan membuat lingkungan sekitarnya subur.
Moda hidup yang haus akan kepemilikan, pamer kemewahan, flexing, seperti yang sering dipertontonkan keluarga pejabat dan selebriti, yang didapat hanyalah cemoohan, kecemburuaan dan kecurigaan dari masyarakat. Perilaku demikian itu juga tidak mendidik anak-anaknya dan generasi mudanya untuk belajar dan bekerja keras agar bisa hidup mandiri, bukan nebeng dan membanggakan jabatan serta kekayaan orangtua. Di era keterbukaan dimana rakyat semakin mudah memperoleh informasi tentang kehidupan seseorang, sebaiknya kita mesti menjalani hidup dengan wajar. Rakyat punya nalar sehat untuk mengukur professi seseorang dan penghasilan seorang pejabat negara. Tidak sulit mengukur gaji dan tunjangan bulanannya.
Sesungguhnya ada motto yang bagus yang dilekatkan pada jajaran ASN, yaitu sebagai abdi rakyat. Para pejabat negara adalah pelayan rakyat. Rakjat adalah majikan yang mesti dilayani dan dijunjung tinggi martabatnya. Yang sering terjadi adalah sebaliknya. Semua pejabat negara semangatnya adalah memberi yang terbaik dari professinya untuk kebahagiaan rakyat. Begitupun pada ranah pribadi, makna hidup ini ditimbang dari pengabdian kita pada sesamanya, apapun professinya. Ketika masih kecil belajar berhitung kita banyak belajar rumus perkalian dan pembagian. Tapi ketika menjabat mengapa lebih senang mengurangi hak orang?
12 April 2024
Негізгі бет You Are What You Give (Author: Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, M.A.)
Пікірлер: 5