#wayang #wayanggolek #binojakrama #karawang #wayangindonesia #budaya #budayaindonesia #budayasunda #seni #semar #cepot #bimapandawa5 #amarta #pitutursunda #pituturluhur #warisanbudayaindonesia #walisongo #dalang #gamelan #sinden #karawang #jawabarat #indonesia #nusantara #video #viral #youtube #fajarsuhendra #nayaga #art #senisunda #wayanggolekpurwa #wayanggoleksunda #khasindonesia #indonesiakreatif #disparbud #disparbudjabar #disparbudkarawang #karangpawitan
Repost dari Live Streaming youtube : / @disparbudkabkarawang
Pegal, sebal, rasa Prabu Duryudana. Kembali ke Astina disela sela perang, dirancang bakal mengendurkan rasa tegang. Tetapi yang terjadi adalah rancangan yang berubah menjadi mentah. Yang ditemui di taman Kadilengeng bukan layanan penuh kasih sang istri yang didadamba siang dan malam sepeninggalnya dari istana. Yang ditemui ternyata hanyalah keruwetan yang menambah kusut masai keadaan hati didalam. Ricuh di taman Kadilengeng masih meninggalkan rasa sebah tetapi rindu terhadap sang istri, belum terlampiaskan. Sehingga rasa hati itu akhirnya terbayang diwajah kusut sang Prabu.
Setelah mandi ia berganti busana kependitaan hendak bersamadi menenangkan batin. Ubarampe persembahan utama telah disediakan berupa sebongkah kemenyan sebesar kepala kerbau yang diletakkan diatas pedupaan. Segera disulut dengan api secara hati hati, namun berkali kali gagal. Dalam sekian kali usaha akhirnya berhasil ia menyalakan pedupaan itu. Segera upacara dilakukan dengan duduk bersila, ia berusaha memusatkan perasaan heningnya, menutup semua sembilan lubang tubuhnya.
Bau kembang gadung dan semerbak bunga menur tercampur akar akaran, mewangi tercampur dengan asap dupa yang berkeluk meliuk naik keangkasa berbaur mega, yang bila terlihat bagai bayangan sosok dewata.
Tak lagi samar akan sinar pamor sang suksma yang melayang dikeheningan sepi. Yang tersimpan didalam kalbu sang Prabu hanyalah kunci pembuka pintu hati. Dalam keadaan yang setengah sadar, bagai pesat laju lepasnya mimpi, sang sukma Duryudana menyusup dalam kesejatian rasa.
Namun belum tuntas dalam melakukan ritual itu, bayangan Dewi Banowati kembali membayang menggoda pemusatan rasa sang Prabu. Gagal sang Prabu mencapai puncak pemuja, kembali ia berusaha dari awal. Namun kembali ia gagal
yang ditinggalkan setelah ricuh tempo hari.
Kembali ia menemukan kenyataan sangat pahit. Berita kematian adik iparnya, Jayadrata, membuatnya semakin murka.
“Paman Pendita Durna, sudah berapa hari andika menjadi senapati ? Kesanggupan andika paman dalam menumpas Pandawa, meringkus Puntadewa selama itu tak kelihatan nyatanya ! Gugurnya anakku yang merupakan kehilangan lebih dari seisi harta kekayaan negara, sekarang telah andika tambahi dengan menyusulnya adipati Banakeling, Jayadrata ! Itukah yang andika telah lakukan dalam ujud pengabdian sebagai senapati ! Kalau boleh aku sebut, andika adalah seorang guru yang telah melakukan pilih kasih. Paduka sang Penembahan telah melakukan perbuatan dengan standar ganda. Raga andika ada di sekitar para Kurawa,namun dikedalaman hati, para Pandawalah yang bersemayam dalam hati.
“Itu dapat dilihat dari pencapaian selama andika menjadi senapati. Hanya matinya Abimanyu-kah yang dapat andika lakukan ? Taklah itu seimbang dengan gugurnya Pangeran Pati Astina, satu satunya anakku lelaki sebagai penyambung keturunanku. Apakah aku sendiri yang harus maju menjadi senapati !”
Pandita Durna yang dicerca sedemikian bertubi tubi, malu dalam hatinya. Melihat Prabu Duryudana masih hendak menyambung kata katanya, tak tahan ia. Segera pergi ia tanpa pamit. Dalam lubuk hatinya, sangatlah sakit diperlakukan demikian. Apalagi peristiwa kemarin hari, yang menyebabkan tewasnya adik iparnya, dan diusirnya Aswatama, membuat ia merasa bagai terkeping keping hancurnya hati.
Kejadian di Bulupitu menjadikan Prabu Salya sangat prihatin.
“Aduh anak Prabu, sudahkah anak Prabu berpikir jernih dengan kata katamu tadi ?” Salya yang dari tadi diam, berbicara ia mengingatkan. “Akan susut kekuatan Kurawa bila ia tidak lagi ada pada pihak kita. Ia belumlah melangkah ke palagan dengan kekuatan dirinya. Selama ini ia baru menggunakan kekuatan orang orang disekelillingnya. Seharusnya anak Prabu memberi kesempatan kepadanya dengan lebih luas untuk meringkus para Pandawa dengan kekuatannya sendiri.”
Sesal sang Prabu tiada guna. Dipanggilnya patih Sangkuni “Paman Harya, segera susul Pandita Durna, sampaikan rasa sesalku yang tak kuat menahan beban rasa yang menggelayut didadaku. Mintalah ia segera untuk kembali ke Bulupitu”.
Tanya Sangkuni ragu, karena setahu ia , Aswatama telah menjadi orang yang tak disukai sang Prabu, ketika terjadi ricuh di Bulupitu. Namun otaknya yang encer mengatakan, Aswatama-lah yang hendak dijadikan pasal untuk merayu kembalinya Dahyang Durna, bila ia ketemu nanti.
Негізгі бет WAYANG GOLEK BURISWARA GUGUR | FAJAR SUHENDRA | #02
Пікірлер